Sabtu, 25 April 2015

Beberapa Dokumentasi Pada Penelitian Mahasiswa Sosiologi FISIP USU di desa Bogak dan Kelurahan Bagan Arya di Kec. Tanjung Tiram, Kab. Batubara

Gbr.1,2. Kondisi lingkungan di desa bogak. Seperti pada umumnya disetiap pemukiman masyarakat pesisir sampah pasti ada dimana-mana


Gbr.3 Kondisi jalan yang berlubang dikarenakan sering digenangi air dan kurang berkualitasnya bahan dalam konstruksi jalan

Gbr.4,5 Pelabuhan Tanjung Tiram yang digunakan menjadi tempat makan oleh para pedagang dimalam hari

 Gbr.6,7 Kandang bebek didepan/ dipekarangan rumah warga pesisir kelurahan bagan arya, lingkungan 10. Kemudian kondisi pantai yang tidak dirawat oleh warga sekitar ditambah warga sekitar membuang hajat di pantai tersebut. Itu disebabkan kurangnya pengetahuan dan kepedulian warga sekitar terhadap kesehatan lingkungannya. 


 Gbr.8 Anak-anak nelayan di kelurahan Bagan Arya

 Gbr.9 Foto bersama anak-anak nelayan setelah melakukan wawancara mendalam terhadap masyarakat nelayan di kelurahan Bagan Arya sesuai dengan judul penelitiannya masing-masing.

 Gbr.10 Lurah dari Kelurahan Bagan Arya dan salah satu warga desa Bogak

 Gbr.11,12,13,14,15,16,17,18. Mata pencaharian di Kelurahan Bagan Arya selain menjadi nelayan juga menjadi buruh belah ikan yang kemudian di jual kepada toke. Biasanya yang menjadi buruh belah ikan adalah ibu-ibu dan anak perempuan dari keluarga nelayan.








 Gbr.19,20 Pendidikan Anak Usia Dini sebagai salah satu sarana pendidikan di Kelurahan Bagan Arya. Dari sebelumnya ada dua PAUD saat ini hanya ada satu PAUD yang masih berfungsi.

 Gbr.21 Kantor Lurah Kelurahan Bagan Arya sekaligus kantor TP PKK dan juga kantor LPM

 Gbr.22,23,24 Foto bersama di pantai Bunga, Batubara 



 Gbr.25 Wawancara dengan mantan Lurah di Kelurahan Tanjung Tiram

 Gbr.26 Foto bersama Nenek Salbiah salah satu narasumber dalam penulisan penelitian

 Gbr.27 Foto bersama Lurah Bagan Arya

 Gbr.28,29,30 Foto bersama Lurah Bagan Arya, Sekdes Desa Bogak, dan Tokoh Masyarakat








Jumat, 24 April 2015

Pengertian dan Teori Gender

                                                    BAB I
                                                  PENDAHULUAN
1.         LATAR BELAKANG
1.1       Pengertian Gender
            Dalam Webster’s New World, gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”. Sedangkan dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah “suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat”.
            Beberapa definisi tentang gender yang akan diungkapkan dibawah ini dapat dikatakan bahwa gender merupakan jenis kelamin sosial, yang tentunya berbeda dengan jenis kelamin dalam pengertian biologis. Dikatakan jenis kelamin sosial karena merupakan suatu keadaan yang telah melekat pada  masyarakat yang sudah membudaya dan norma sosial masyarakat yang diberikan  pada kaum laki-laki dan perempuan dan tentu adanya pembedakan antara peran jenis kelamin laki–laki dan perempuan.
            “Gender merujuk pada peranan dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang diciptakan dalam keluarga, masyarakat dan budaya”(UNESCO, 2007).
           
Pemahaman konsep gender menurut HT.Wilson (1998) yang memandang
gender sebagai “suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan”.
            Sementara Mansour Fakih (2008:8) mengarttikan gender sebagai “suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural”.
           
Dalam makalah ini Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.



BAB II
PEMBAHASAN

2. Teori dan Konsep Gender
2. 1      Teori Gender
Teori gender diturunkan dari pemikiran-pemikiran dan teori-teori sosial. Pada mulanya dikenal dua aliran teori, yaitu teori nurture dan teori nature. Kemudian dikembangkan teori yang bersifat kompromistis yang disebut teori keseimbangan atau teori equilibrium. Demikian selanjutnya terdapat beberapa teori yang dapat digunakan untuk membahas permasalahan gender.

2.1.1    Teori Nurtur
Menurut teori nurture, perbedaan perempuan dan laki-laki adalah hasil kondtruksi sosial budaya, sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Konstruksi sosial menempatakan perempuan dan laki-laki dalam perbedaan kelas. Laki-laki diidentikkan dengan kelas borjuis, sedangkan perempuan sebagai kelas proletar. Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh kaum feminis internasional yang cenderung mengejar kesamaan (sameness) dengan konsep 50 : 50 (fifty-fifty)., konsep yang kemudian dikenal dengan istilah perfect equality (kesamaan kuantitas). Perjuangan tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan baik dari nilai agama maupun nilai budaya. Berangkat dari kenyataan tersebut, para feminis berjuang dengan menggunakan pendekatan sosial konflik, yaitu konsep yang diilhami oleh ajaran Karl marx (1818-1883) dan Machiavelli (1469-1527), dilanjutkan oleh David Lockwood (1957) dengan tetap menerapkan konsep dialektika. Randall Collins (1987) beranggapan bahwa keluarga adalah wadah tempat pemaksaan, suami sebagai pemilik dan wanita sebagai pelayan. Margrit Eiclen beranggapan bahwa keluarga dan agama adalah sumber terbentuknya budaya dan perilaku diskriminasi gender. Konsep sosial konflik menempatkan kaum laki-laki sebagai kaum penindas (borjuis) dan perempuan sebagai kaum tertindas (proletar). Bagi kaum proletar tidak ada pilihan lain kecuali dengan perjuangan lain menyingkirkan penindas demi mencapai kebebasan dan persamaan. Aliran nurture melahiran paham sosial konflik yang banyak dianut masyarakat sosialis komunis yang menghilangkan strata penduduk (egalitarian). Paham sosial konflik memperjuangkan kesamaan proporsional(perfect equality) dalam segala aktivitas masyarakat, seperti di DPR, militer, manajer, menteri, gubernur, pilot, dan partai politik. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibuatlah program khusus (affirmative action) guna memberikan peluang bagi pemberdayaan perempuan agar bisa termotivasi untuk merebut posisi yang selama ini didominasi oleh kaum laki-laki. Akibatnya sudah dapat diduga, yaitu timbulnya reaksi negatif dari laki-laki yang apriori terhadap perjuangan tersebut yang dikenal dengan perilaku “male backlash”.

2.1.2    Teori Nature
Menurut teori nature, perbedaan perempuan dan laki-laki adalah kodrat, sehingga harus diterima. Perebedaan biologis itu memberikan indikasi dan implikasi bahwa kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Ada peran dana tugas yang bias dipertukarkan, tetapi ada yang tak biasa dipertukarkan karena memang berbeda secara kodrat alamiahnya. Banyak kaum perempuan yang yang sadar terhadap kelemahan teori nurture, lalu beralih ke teori nature. Pendekatan nurture dirasa tidak menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Perbedaan biologis diyakini memiliki pengaruh pada pada peran yang bersifat naluri (instinct). Perjuangan kelas tidak pernah mencapai hasil yang memuaskan, karena manusia memerlukan kerjasama kemitraan secara struktural dan fungsional. Manusia, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam kehidupan sosial ada pembagian tugas (dvision of labor). Begitu pula dalam kehidupan keluarga. Harus ada kesepakatan antara suami dan istri, siapa yang menjadi kepala rumah tangga dan siapa yang menjadi ibu rumah tangga. Dalam organisasi sosial juga dikenal adanya pimpinan dan anggota, aatasan dan bawahan, yang mempunyai tugas, fungsi, dan kewajiban yang berbeda. Aliran ini melahirkan paham struktural fungsional yang menerima perbedaan peran, asal dilakukan secara demokratis dan dilandasi oleh kesepakatan antara suami dan istri dalam keluarga, atau antara kaum perempuan dan laki-laki dalam kehidupan masyarakat.

2.1.3    Teori Equilibrium (keseimbangan)
Teori equilibrium atau teori keseimbangan menekankan pada konseo kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki, karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan kelurga, masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, maka dalam setiap kebijakan dan strategi pembangunan agar diperhitungkan kepentingan dan peran perempuan dan laki-laki secara seimbang. Hubungan di antara kedua elemen tersebut bukan saling bertentangan, melainkan komplementer, saling melengkapi satu sama lain. R.H. Tawney mengemukakan bawa keragaman peran apakah karena faktor biologis, etnis, aspirasi, minat, pillihan, atau budaya pada hakekatnya adalah realita kehidupan manusia. Hubungan antara laki-laki dan perempuan bukan hubungan yang saling bertentangan, bukan dilandasi konflik dikotomis, bukan pula structural fungsional, melainkan hubungan komplementer, saling melengkapi, dilandasi kebutuhan kebersamaan guna membangun kemitraan yang harmonis. Ini karena setiap pihak mempunyai kelebihan sekaligus kekurangan, kekuatan sekaligus kelemahan yang perlu diisi dan dilengkapi pihak lain dalam kerjasama yang setara.

2.1.4    Teori Adaptasi Awal
Teori adaptasi awal pada prinsipnya menyatakan bahwa adaptasi awal manusia merupakan dasar pembagian kerja secara seksual, sekaligus dasar sobordinasi perempuan. Teori ini dibangun berdasarkan asumsi sebagai berikut :
1. Berburu sangat penting bagi kelangsungan nenek moyang kita.
2. Laki-lakilah yang hamper selalu melakukan kegiatan berburu
3. Perempuan bergantung pada laki-laki untuk memperoleh daging
4. Laki-laki berbagi daging buruannya terutama dengan istri-istri dan
                anak-anaknya
5. Sekali pola pemabgian berdasarkan jenis kelamin ini terbentuk, dia tidak
                berubah sampai sekarang.


2.1.5 Teori Teknik Lingkungan
Teori teknik lingkungan didasarkan pada apa yang dianggap sebagai hokum alam, yaitu kelangkaan sumberdaya alam dan tekanan penuduk. Teori ini menjelaskan bahwa upaya untuk mengontrol pertumbuhan penduduk sudah terjadi sejak jaman dahulu. Dalam konteks ini pandangan mengenai perempuan berakar pada peran reproduktif mereka.

2.1.6    Teori Struktural-Fungsionalis atau Teori Sistem Sosial
Teori ini mengakui adanya keanekaragaman dalam kehidupan sosial. Dalam kondisi seperti itu, dibuatlah suatu sistem yang berlandaskan konsensus nilai agar terjadi interelasi demi sesuatu yang dinamakan harmoni, stabilitas, dan keseimbangan. Sistem ini mensyaratkan aktor dalam jumlah memadai, sehingga fungsi dan struktur seseorang dalam system menentukan tercapainya stabilitas atau harmoni. Ini berlaku untuk semua sistem sosial : agama, pendidikan, politik, sampai rumah tangga. Sosialisai fungsi dan struktur dilakukan dengan institusionalisasi, melalui norming, atau norma-norma yang disosialisasikan.

2.1.7    Teori Konflik Sosial
Teori ini menyakini bahwa inti perubahan dalam sistem sosial dimotori oleh konflik. Konflik timbul karena adanya kepentingan dan kekuasaan. Bila salah satu kepentingan yang memiliki kekuasaan memenangkan konflik, maka ia akan menjadi dominan dan melanggengkan sistem sosial yang telah terbentuk. Teori ini sangat sinis terhadap kekuasaan, kemapanan, sifat borjuis, system kapitalis, dan semua hal yang memiliki strata dan struktur. Teori ini juga memandang institusionalisasi sebagai system yang melembagakan pemaksaan. Istilah mereka adalah imperatively coordinate association, yaitu pemaksaan koordinasi relasi sosial dalam sebuah sistem. Dalam hubungan ini termasuk juga hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan.




2.2       Konsep Gender
Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuwan sosial untuk mejelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan bentukan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari, dan disosialisasikan. Pembedaan ini sangat penting karena selama ini kita sering sekali mencampuradukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan tidak berubah dengan yang bersifat non kodrat (gender) yang sebenarnya bisa berubah atau diubah. Perbedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada manusia perempuan dan laki-laki. Dengan mengenali perbedaan gender sebagai sesuatu yang tidak tetap, tidak permanen, akan memudahkan kita untuk membangun gambaran tentang realitas relasi perempuan dan laki-laki yang dinamis, yang lebih cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Kita perlu memisahkan perbedan jenis kelamin dan gender, karena konsep jenis kelamin biologis yang bersifat permanen dan statis itu tidak dapat digunakan sebagai alat analisis yang berguna untuk memahami realitas kehidupan dan dinamika perubahan relasi laki-laki dan perempuan’ Di pihak lain, alat analisis sosial yang telah ada seperti analisis kelas, analisis diskursus (discourse analysis) dan analisis kebudayaan yang selama ini digunakan untuk memahami realitas sosial tidak dapat menangkap realitas adanya relasi kekuasaan yang didasarkan pada relasi gender dan sangat berpotensi menumbuhkan penindasan. Dengan begitu analisis gender sebenarnya menggenapi sekalligus mengoreksi alat analisis sosial yang ada yang
dapat digunakan untuk meneropong realitas relasi sosial laki-laki dan perempuan serta akibat-akibat yang ditimbulkannya. Dengan demikian gender adalah perbedaan peran laki-laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikontruksikan oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan jaman. Untuk memahami konsep gender, harus dibedakan antara kata gender dengan kata sex. Sex adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik melekat pada masing-masing jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga sifatnya permanent atau universal. Jenis kelamin atau sex adalah adalah karakteristik biologis hormonal dan anatomis. Sex tidak bias berubah, permanent dan tidak bias dipertukarkan karena bersifat mutlak. Sedangkan gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal persifatan, peran, fungsi, hak, perilaku yang dibentuk oleh masyarakat. Karenanya ia bersifat relative, dapat berubah, dan dapat dipertukarkan. Perubahan ciri dan sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Dua hal pokok perlu diperhatikan dalam memahami konsep gender saat ini, yaitu : ketidak-adilan dan diskriminasi gender di satu pihak, dan kesetaraan serta kekeadilan gender di pihak lain.

2.2.1    Ketidakadilan dan Diskriminasi Gender
Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial yang di dalamnya baik perempuan maupun laki-laki menjadi korban dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki baik secara langsung berupa perlakuan dan sikap, maupun tidak langsung berupa dampak suatu perundang-undangan dan kebijakan yang menimbulkan berbagai ketidak-adilan yang telah berakar dalam sejarah dan budaya serta dalam berbagai struktur yang ada dalam masyarakat. Ketidak-adilan gender terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang tertanam sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja, melainkan dialami pula oleh laki-laki. Meskipun secara agregat ketidak-adilan gender dalam berbagai bidang kehidupan ini lebih banyak dialami oleh perempuan, namun hal itu berdampak pula terhadap laki-laki. Bentuk-bentuk manifestasi ketidakadilan akibat diskrimainasi gender itu meliputi marjinalisasi, sub ordinasi, pandangan stereotype, kekerasan, dan beban kerja.
a.      Marjinalisasi (peminggiran, pemiskinan) atas perempuan maupun atas laki-laki yang disebabkan karena jenis kelaminnya adalah salah satu bentuk ketidak-adilan yang disebabkan gender. Contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya memfokuskan pada petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari beberapa jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki oleh laki-laki. Sebaliknya, banyak lapangan pekerjaan yang memerlukan kecermatan menutup pintu bagi laki-laki karena anggapan bahwa laki-laki kurang teliti dalam melakukan pekerjaan yang memerlukan kecermatan dan kesabaran. Demikian pula banyak pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan, seperti guru taman kanak-kanak, sekretaris, atau perawat, dinilai lebih rendah dibanding pekerjaan laki-laki. Hal tersebut berpengaruh pada pembedaan gaji yang diterima perempuan.
b.      Sub ordinasi gender adalah keyakinan dan perlakuan yang menunjukkan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsir keagamaan, maupun aturan birokrasi yang menempatkan kaum perempuan pada tatanan sub ordinat.
c.       Pelabelan atau penandaan (stereotype) yang sering sekali bersifat negatif secara umum selalu melahirkan ketidak-adilan. Pandangan terhadap perempuan bahwa tugas dan fungsinya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan kerumahtanggaan atau tugas domestik adalah suatu ketidak-adilan gender. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” sangat merugikan mereka jika hendak aktif dalam kegiatan laki-laki seperti politik, bisnis, atau birokrasi.
d.      Kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan peran muncul dalam berbagai bentuk. Kata “kekerasan” yang merupakan terjemahan dari kata “violence” artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Pelaku kekerasan yang bersumber pada gender bermacam-macam. Ada yang bersifat individual seperti di rumah tangga maupun di tempat umum, ada juga yang berlangsung di dalam masyarakat dan negara.
e.       Beban kerja yang merupakan diskriminasi dan ketidak-adilan gender adalah beban kerja yang harus dijalankan oleh salah satu jenis kelamin tertentu. Berbagai observasi menunjukkan bahwa perempuan mengerjakan 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga, sehingga bagi mereka yang bekerja di luar rumah, selain bekerja di wilayah publik mereka juga harus mengerjakan pekerjaan domestik.

2.2.2        Kesetaraan dan Keadilan Gender

Kesetaraan dan Keadilan Gender adalah suatu kondisi di mana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, seimbang, dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan aspek konteks dan situasi. Sifat situasional dari suatu konteks menunjukkan penerapan kesetaraan gender tidak bias dilakukan secara sama di semua strata masyarakat. Vandana Shiva menyebutnya equality in diversity ( persamaan dalam keragaman).
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain.
Dihadapan Tuhan, semua manusia adalah sama derajat, kedudukan, atau tingkatannya. Yang membedakan nantinya adalah tingkat ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.
Persamaan atau tingkatan manusia ini berimplikasi pada adanya pengakuan akan kesetaraan atau kesederajatan manusia. Jadi, kesetaraan atau kesederajatan tidak sekedar bermakna adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia. Implikasi selanjutnya adalah perlunya jaminan akan hak-hak itu agar setiap manusia bisa merealisasikan serta perlunya merumuskan sejumlah kewajiban-kewajiban agar semua bisa melaksanakan agar tercipta tertib kehidupan.











BAB III
PENUTUP
3.       KESIMPULAN
Gender adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang terkonstruksikan atau dibentuk dalam suatu masyarakat tertentu dan pada suatu masa waktu tertentu. Gender ditentukan oleh sosial dan budaya setempat sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan. Misalnya laki-laki mempunyai alat reproduksi untuk menghasilkan sperma dalam untuk meneruskan keturunannya, sementara perempuan mengalami menstruasi, mengandung, melahirkan serta menyusui dan menopause.
Bentuk hubungan gender dengan seks (jenis kelamin) itu sendiri adalah sebagai hubungan sosial antara laki-laki dengan perempuan yang bersifat saling membantu atau sebaliknya malah merugikan, serta memiliki banyak perbedaan dan ketidaksetaraan. Hubungan gender berbeda dari waktu ke waktu, dan antara masyarakat satu dengan masyarakat lain, akibat perbedan suku, agama, status sosial maupun nilai tradisi dan norma yang dianut.
Contoh; masyarakat suku Batak tentunya berbeda dalam hal gender dengan masyarakat suku Minang yang lebih mengistimewakan perempuan disbanding laki-laki.
Dari peran ataupun tingkah lakunya di masyarakat terjadi pembentukan yang membedakan laki-laki dan perempuan dimana “mengharuskan” misalnya perempuan itu harus lemah lembut, emosional, cantik, sabar, penyayang, sebagai pengasuh anak, pengurus rumah dll. Sedangkan laki-laki harus kuat, rasional, wibawa, perkasa (macho), pencari nafkah dll. Maka terjadilah ketidakadilan dalam kesetaraan peran ini.
 Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masyarakat meliputi:
             a. Ketidak adilan gender Marjinalisasi atau Pemiskinan
             b. Subordinasi atau penomorduaan
             c. Sikap negatif masyarakat terhadap perempuan
              d. Isu gender dalam hukum Adat
             


Sumber Referensi

untuknya

Kembalilah
C                 F          C       G
Bersemangatlah sayang ..
C              F        C          G
Tidak perlu kau resah ..
C      Em         F            C
Aku ada di setiap gerakmu.
C         Em           F         G      C
Tak usah di cari bayangan itu..
F              C                   G       C
Senantiasa kapan ada waktu ..
 F             C              Dm
Begitulah denganku ..
 F                          C        G           C
Walau jauh terasa dekat di sisi.mu..
F                     C             D                  G
Tenang.laa,berdoa pada yang Kuasa ..
F              C                    D             C                F               C
Agar hubungan ini selembut sutra mengalir tenang
G             C
Apa adanya ..
C              Em       F     G     C
Indah bagai dunia aksara ..
C                 F      C             G
Bersyukurlah pda yg Kuasa ..
C              F      C                G
Hanya aku yg kau miliki..
C              Em         F               C
Terukir indah di relung hati ..
C              Em      F      G         C
Hingga kini dan akhir nanti .


By : HarEl

masih belajar

Pengertian Perubahan Sosial
Perubahan sosial menurut Selo Soemardjan adalah perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Menurut Kingsley Davis, Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.

Perubahan sosial dapat merujuk pada gagasan kemajuan sosial atau evolusi sosiokultural, ide filosofis bahwa masyarakat bergerak maju dengan dialektis atau evolusioner. Hal ini mengacu pada perubahan paradigmatik dalam struktur sosio-ekonomi, misalnya pergeseran dari feodalisme dan menuju kapitalisme. Hal ini juga dapat merujuk kepada revolusi sosial, seperti revolusi sosialis yang disajikan dalam paham Marxisme, atau gerakan sosial lainnya, seperti hak pilih perempuan atau gerakan hak-hak sipil. Perubahan sosial dapat didorong oleh kekuatan budaya, agama, ekonomi, ilmu pengetahuan atau teknologi.

Teori Perubahan Sosial
  1. Teori Siklus - Perubahan sebagai sesuatu yang berulang-ulang.
  2. Teori Perkembangan (Linier) - Perubahan dapat diarahkan ke suatu titik tujuan tertentu.
Jenis atau Bentuk Perubahan Sosial 
Perubahan cepat dan perubahan lambat

1) Perubahan cepat (revolusi)

Contoh : Revolusi Mesir.

*Revolusi : perubahan yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat.

Revolusi mencoba untuk menempatkan pemerintahan baru.


Syarat-syarat terjadinya revolusi :

a. Harus ada keinginan dari masyarakat untuk mengadakan suatu perubahan.

b. Adanya pemimpin yang mampu memimpin masyarakat untuk mengadakan perubahan.

c. Adanya pemimpin yang dapat menampung keinginan atau aspirasi dari masyarakat dan merumuskannya menjadi program kerja.

d. Ada tujuan konkret yang dapat dicapai.

e. Harus ada momentum yang tepat untuk memulai gerakan.

2) Perubahan lambat (evolusi)

Contoh : perkembangan sistem berburu dan meramu ke sistem pertanian modern
b. Perubahan kecil dan perubahan besar
1) Perubahan kecil : pengaruh yang ditimbulkan tidak luas.

Contoh : perubahan mode pakaian.

2) Perubahan besar : pengaruh yang ditimbulkan luas.

Contoh : proses industrialisasi.
c. Perubahan yang direncanakan (planned change) / perubahan yang dikehendaki (intended change)  dan perubahan yang tidak direncanakan (unplanned change) / perubahan yang tidak dikehendaki (unintended change)

1) Perubahan direncanakan/perubahan yang dikehendaki : perubahan yang diproses melalui suatu program atau rencana tertentu agar menghasilkan suatu perubahan tertentu.

Contoh : program Keluarga Berencana (KB) untuk menghasilkan keluarga sejahtera.


Pelaku perubahan (agent of change) : pihak-pihak yang menghendaki perubahan.

2) Perubahan tidak direncanakan/perubahan yang tidak dikehendaki : perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat.

Contoh :

a. PHK menyebabkan pengangguran meningkat dengan pesat

b. Mesin pertanian berakibat tumbuhnya sikap individualis
d. Perubahan Struktural dan Perubahan Proses

  1. Perubahan struktural : perubahan sangat mendasar, berakibat munculnya reorganisasi dalam masyarakat. Contoh : Sistem pemerintahan kerajaan menjadi parlemen.
  2. Perubahan proses : perubahan sifatnya tidak mendasar, hanya penyempurnaan dari perubahan sebelumnya. Contoh : Perubahan dalam kurikulum pendidikan yang menyempurnakan kurikulum sebelumnya.

Penyebab Perubahan Sosial

Faktor-faktor penyebab perubahan sosial :

a. faktor intern :

- penemuan baru

- bertambah atau berkurangnya penduduk

- terjadinya pemberontakan atau revolusi

- pertentangan dalam masyarakat

b. faktor ekstern :

- bencana alam

- masuknya kebudayaan dari masyarakat lain

- peperangan dengan negara lain
Faktor pendorong perubahan sosial :
1. Sistem pendidikan formal yang maju.

2. Sikap menghargai karya orang lain dan keinginan untuk maju.

3. Sistem terbuka dalam lapisan masyarakat.

4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.

5. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.

6. Penduduk yang heterogen.

7. Orientasi ke masa depan yang lebih baik.

8. Adanya kontak dengan kebudayaan lain.


Difusi budaya : proses penyebaran budaya dari suatu masyarakat ke masyarakat lain.
Faktor penghambat perubahan sosial :
1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.

2. Adanya adat atau kebiasaan yang sulit diubah

3. Adanya kepentingan yang tertanam kuat (vested interests)

4. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.

5. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan.

6. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.

7. Sikap masyarakat yang sangat tradisional.

8. Prasangka terhadap hal-hal baru dan asing.
Dampak Perubahan Sosial


Modernisasi

Pengertian modernisasi : transformasi sikap masyarakat dari tradisional menjadi modern sesuai dengan tuntutan zaman dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dampak positif modernisasi : adanya penemuan peralatan modern yang dapat membantu manusia.

- Dampak positif perubahan di bidang ekonomi : 

Kecenderungan masyarakat untuk menabung guna menyejahterakan dirinya di masa mendatang.

Dampak positif demokratisasi bagi masyarakat : meningkatnya partisipasi rakyat.

Dampak positif modernisasi di bidang teknologi infiormasi : tersebarnya berita dengan cepat ke seluruh dunia.

Dampak negatif modernisasi : adanya peralatan canggih menimbulkan pengangguran.

- Dampak negatif pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan mengakibatkan : pencemaran lingkungan.

- Dampak negatif kemajuan teknologi :

Berkembangnya telepon selular (HP) yang didalamnya terdapat kamera, menyebabkan beredar gambar porno di kalangan pelajar SMA.



Syarat modernisasi :

1. Cara berpikir ilmiah

2. Sistem administrasi negara yang baik

3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur

4. Penciptaan iklim yang menyenangkan bagi masyarakat

5. Tingkat organisasi yang tinggi, terutama disiplin tinggi

6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial


Globalisasi

Pengertian globalisasi : proses penyebaran unsur-unsur baru atau hal-hal baru khususnya yang menyangkut informasi secara duniawi melalui media cetak dan elektronik.



Dampak positif globalisasi :

- mempercepat keberhasilan pembangunan di bidang sumber daya manusia

- pertumbuhan ekonomi antarnegara tanpa batas



Dampak negatif globalisasi :

- goncangan budaya (culture shock),

- pergeseran nilai-nilai budaya, dan

- ketertinggalan budaya (cultural lag).



Westernisasi : pemujaan terhadap Barat yang berlebihan, pembaratan.

Contoh akibat negatif dari westernisasi :

Kesenangan mengunjungi tempat hiburan malam, pergaulan bebas, dan mengenakan pakaian seronok/minim, merupakan kebiasaan kelompok masyarakat tertentu.